Jumat, 25 Juni 2010
Facebook Luncurkan E-mail Senin?
Kabar beredar kencang bahwa Facebook akan meluncurkan fasilitas e-mail mulai Senin besok. Kabarnya, Facebook tak puas dengan fasilitas pengiriman pesan ala "inbox" yang kini mereka miliki.
PC World mengutip TechCrunch, menyatakan Facebook sedang menggeber Project Titan yang diharapkan bisa bersaing dengan Gmail dan Hotmail. Layanan e-mail ini diharapkan akan diumumkan Senin depan, saat Facebook bertemu pers di Pertemuan Web 2.0 di San Fransisco, Amerika Serikat.
Rumor e-mail Facebook ini awalnya muncul Februari lalu. Saat itu, diperkirakan alamat Facebook yang ada sekarang otomatis menjadi alamat e-mail: Anda@facebook.com.
Soal jumpa pers, hanya disebutkan raksasa media-sosial ini akan mengupas soal layanan pesan. Undangan menyebutkan soal penggunaan ikon inbox/messages Facebook di aplikasi telepon genggam.
Pertanyaan yang muncul, apakah Facebook bisa menampilkan e-mail yang bisa bersaing dengan Gmail yang penuh kreativitas?
Menurut firma riset pasar Gartner, layanan e-mail dari Facebook bisa sangat tepat, karena "20 persen pekerja akan menggunakan jaringan sosial sebagai alat utama komunikasi bisnis di 2014." Jelas, e-mail sangat cocok dengan skenario ini.
Saat ini di dunia, menurut situs peranking situs, Google.com merupakan situs paling populer sejagat. Facebook bertengger di posisi kedua. Namun di Indonesia, Facebook telah setengah tahun menjadi situs paling populer
Pertarungan antara Google dan Facebook sepertinya tak berhenti. Setelah Facebook "menculik" sebagian karyawan Google dan dibalas dengan Google menaikkan gaji karyawan, kini Facebook kembali mengancam posisi mesin pencari raksasa itu.
Situs pertemanan sosial terbesar di jagad maya ini kembali meluncurkan sebuah layanan baru di konferensi teknologi ternama di San Fransisco, pekan ini. Hubungan yang makin memanas dan saling menawarkan sesuatu yang baru kembali dibuka oleh Facebook dengan menawarkan sebuah metode pengiriman pesan yang menantang layanan Google, Gmail.
CEO Facebook Mark Zuckerberg dan CEO Google Eric Schmidt saling menawarkan fitur terbaik di antara para kampiun teknologi lainnya dalam konferensi tiga hari mengenai Web 2.0 yang akan dimulai Senin, pekan depan.
Seluruh mata akan menuju ke Zuckerberg dan Schmidt serta kondisi peselancar di dunia maya, pengiklan, dan naiknya gaji bagi para karyawan di Silicon Valley, pusat teknologi di Amerika Serkat (AS).
Para investor masih menunggu detail dari tawaran yang diberikan situs sosial pertemanan milik Google.Pasalnya, perusahaan itu mengakuisisi sejumlah situs pertemanan sosial ukuran kecil dalam beberapa bulan belakangan in dan mengatakan akan menambahkan situs itu di fitur yang sudah ada pada musim gugur mendatang.(*)
M Amien Rais Menentang Pluralisme Agama
M Amien Rais mantan Ketua Umum Muhammadiyah menyampaikan sorotan tajamnya bahkan bisa disebut penentangannya terhadap pluralisme agama yang kebablasan, menurut dia. Itu disampaikan dalam wawancara dengan Majalah Tabligh, Maret 2010, yang terbit di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta.
Sementara itu ceramah beliau yang di Universitas Muhammadiyah terkemuka di Malang beberapa waktu lalu pun mencerminkan pemikiran Islamnya yang cukup mengembalikan kepada yang digariskan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Oleh karena itu nahimunkar.com menyampaikan kepada pembaca, dua tulisan mengenai hal tersebut. Yang satu terpisah dari ini, berjudul Refleksi Keislaman Seorang Tokoh, tulisan dari pembaca Majalah Qiblati yang terbit di Malang, dan yang satu lagi berjudul M Amien Rais: Pluralisme Kebablasan, hasil wawancara Majalah Tabligh yang sebagiannya diposting oleh Adian Huasini di maling list instsit.
Inilah hasil wawancara Majalah Tabligh dengan M Amie Rais yang diposting di mailing list:
M. Amien Rais: Pluralisme Kebablasan!
Selasa, 16 Maret, 2010 19:34
Dari:
“adian husaini”
Kepada:
insistnet@yahoogroups.com,
Berikut ini petikan wawancara M. Amien Rais dengan Majalah Tabligh terbitan Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah Edisi Maret 2010.
Siapa yang peduli dan minat untuk berjihad membendung paham liberalisme dan pluralisme, silakan beli majalah ini sebanyak-banyaknya, dan bagi-bagikan kepada bapak, ibu, kakak, nenek, paman, keponakan, sepupu, teman-teman… Hubungi pemasaran: Rasul Karim, HP 0813-99584583. Pesanan bisa dikirim.
Yang mau datang langsung, silakan ke Redaksi Majalah Tabligh, alamat: Pusat Dakwah Muhammadiyah Lt.3, Jalan Manteng Raya 62, Jakarta Pusat, Tlp. 021-3927604, fax: 021-31934747, email: majalah_tabligh@ yahoo.com, majalahtabligh@ gmail.com.
(Redaksi Majalah Tabligh).
DR. M. AMIN RAIS: Pluralisme Kebablasan !
Pandangan Anda mengenai aliran pluralisme?
Akhir-akhir ini saya melihat istilah pluralisme yang sesungguhnya indah dan anggun justru telah ditafsirkan secara kebablasan. Sesungguhnya toleransi dan kemajemukan telah diajarkan secara baku dalam Al-Quran. Memang Al-Quran mengatakan hanya agama Islam yang diakui di sisi Allah, namun koeksistensi atau hidup berdampingan secara damai antar-umat beragama juga sangat jelas diajarkan melalui ayat, lakum diinukum waliyadin. Bagiku agamaku dan bagimu agamamu. Dalam istilah yang lebih teknis, wishfull coexistent among religions, atau hidup berdamai antara umat beragama di muka bumi.
Tidak ada yang keliru dari aliran pluralisme ?
Nah, karena itu tidak ada yang salah kalau misalnya seorang Islam awam atau seorang tokoh Islam mengajak kita menghormati pluralisme. Karena tarikh nabi sendiri itu juga penuh ajaran toleransi antar beragama. Malahan antar-umat beragama boleh melakukan kemitraan di dalam peperangan sekalipun. Banyak peristiwa di zaman nabi ketika umat nasrani bergabung dengan tentara Islam untuk menghalau musuh yang akan menyerang Madinah.
Apa yang dibablaskan ?
Saya prihatin ada usaha-usaha ingin membablaskan pluralisme yang bagus itu menjadi sebuah pendapat yang ekstrim, yaitu pada dasarnya mereka mengatakan agama itu sama saja. Mengapa sama saja ? Karena tiap agama itu mencintai kebenaran. Dan tiap agama mendidik pemeluknya untuk memegang moral yang jelas dalam membedakan baik dan buruk. Saya kira kalau seorang muslim sudah mengatakan bahwa semua agama itu sama, maka tidak ada gunanya sholat lima waktu, bayar zakat, puasa Ramadhan, pergi haji, dan sebagainya. Karena agama jelas tidak sama. Kalau agama sama, banyak ayat Al-Quran yang harus dihapus. Nah, kalau sampai ajaran bahwa “semua agama sama saja” diterima oleh kalangan muda Islam; itu artinya, mereka tidak perlu lagi sholat, tidak perlu lagi memegang tuntunan syariat Islam. Kalau sampai mereka terbuai dan terhanyutkan oleh pendapat yang sangat berbahaya ini akhirnya mereka bisa bergonta-ganti agama dengan mudah seperti bergonta-ganti celana dalam atau kaos kaki.
Apakah kebablasan pluralisme karena faktor kesengajaan atau rekayasa?
Saya kira jelas sekali adanya think tank atau dapur-dapur pemikiran yang sangat tidak suka kepada agama Allah kemudian membuat bualan yang kedengarannya enak di kuping: semua agama itu sama. Jika agama itu sama lantas apa gunanya ada masjid, ada gereja, ada kelenteng, ada vihara, ada sinagog, dan lain sebagainya.
Yang dimaksud dengan think tank ?
Saya yakin think tank itu ada di negara-negara maju yang punya dana berlebih, punya kemewahan untuk memikirkan bagaimana melakukan ghazwul fikri (perang intelektual terhadap dunia Islam). Misalnya, kepada Dunia Islam ditawarkan paham lâ diniyah sekularisme yang menganggap agama tidak penting, termasuk di dalamnya pluralisme, yang kelihatannya indah, tapi ujung-ujungnya adalah ingin menipiskan aqidah Islam supaya kemudian kaum Muslim tidak mempunyai fokus lagi. Bayangkan kalau intelektual generasi muda Islam sudah tipis imannya, selangkah lagi akan menjadi manusia sekuler, bahkan tidak mustahil mereka menjadi pembenci agamanya sendiri.
Sepertinya aliran pluralisme itu sudah masuk ke kalangan muda Muhammadiyah, pendapat Anda ?
Kalau sampai aliran pluralisme masuk ke kalangan muda Muhammadiyah, ini musibah yang perlu diratapi. Oleh karena itu, saya menganjurkan sebelum mereka membaca buku-buku professor dari Amerika dan Eropa, bacalah Al-Quran terlebih dahulu. Saya sendiri yang sudah tua begini, 66 tahun, sebelum saya membaca buku-buku Barat, baca Al-Quran dulu. Karena orang yang sudah baca Al-Quran, dia akan sampai pada kesimpulan bahwa berbagai ideologi yang ditawarkan oleh manusia seperti mainan anak-anak yang tidak berbobot. Jika meminjam istilah Sayyid Quthb, seorang yang duduk di bawah perlindungan Al-Quran ibarat sedang duduk di bukit yang tinggi kemudian melihat anak-anak sedang bermain-main dengan mainannya. Orang yang sudah paham Al-Quran akan bisa merasakan bahwa ideologi yang sifatnya man-made, buatan manusia, itu hanya lucu-lucuan saja. Hanya menghibur diri sesaat, untuk memenuhi kehausan intelektual ala kadarnya. Setelah itu bingung lagi.
Kenapa paham pluralisme itu bisa masuk ke kalangan muda Muhammadiyah? Apa karena Muhammadiyah terlalu terbuka atau karena sistem kaderisasi?
Hal ini perlu dipikirkan oleh pimpinan Muhammadiyah. Saya melihat, banyak kalangan muda Muhammadiyah yang sudah eksodus. Kadang-kadang masuk ke gerakan fundamentalisme, tapi juga tidak sedikit yang masuk Islam Liberal. Islam yang sudah melacurkan prinsipnya dengan berbagai nilai-nilai luar Islam. Hanya karena latah. Karena ingin mendapatkan ridho manusia, bukan ridho Ilahi. Oleh karena itu, lewat majalah Tabligh, saya ingin menghimbau kepada anak-anak saya, calon-calon intelektual Muhammadiyah, baik putra maupun putri, agar menjadikan Al-Quran sebagai rujukan baku. Saya pernah tinggal di Mesir selama satu tahun. Saya pernah diberitahu oleh doktor Muhammad Bahi, seorang intelektual Ikhwan, ketika saya bersilaturahmi ke rumah beliau, beliau mengatakan, “Hei kamu anak muda, kalau kamu kembali ke tanah airmu, kamu jangan merasa menjadi pejuang Muslim kalau kamu belum sanggup membaca Al-Quran satu juz satu hari.” Waktu itu saya agak tersodok juga, tetapi
setelah saya pikirkan, memang betul. Kalau Al-Quran sebagai wahyu ilahi yang betul-betul membawa kita kepada keselamatan dunia-akhirat, kita baca, kita hayati, kita implementasikan, kehidupan kita akan terang benderang. Tapi kalau pegangan kita pada Al-Quran itu setengah hati. Kemudian dikombinasikan dengan sekularisme, dengan pluralisme tanpa batas, dengan eksistensialisme, bahkan dengan hedonisme, maka kehidupan kita akan rusak. Sehingga betul seperti kata pendiri Muhammadiyah dalam sebuah ceramah beliau, “Ad-dâ’u musyârokatullâ hi fii jabarûtih”. Namanya penyakit sosial, politik, hukum, dan lain-lain, itu sejatinya bersumber kepada menyekutukan Allah dalam hal kekuasaannya. Obatnya bukan menambah penyakit, yakni dengan isme-isme yang kebablasan, tapi obatnya itu, “adwâ’uhâ tauhîddullâhi haqqa”obatnya adalah tauhid dengan sungguh-sungguh. Jadi, saya juga ingat dengan kata-kata Mohammad Iqbal: “The sign of a kafir is that he is
lost in the horizons. The sign of a Mukmin is that the horizons are lost in him.”. Saya pernah termenung beberapa hari setelah membaca pernyataan Mohammad Iqbal yang sangat tajam itu. Karena betapa seorang mukmin akan begitu jelas, begitu paham, begitu terang benderang memahami persoalan dunia. Sedangkan orang kafir, bingung dan tersesat.
Sepertinya Muhamadiyah mulai terseret arus pluralisme, contohnya pada saat peluncuran novel Si Anak Kampoeng. Penulisnya mengatakan sebagian dari keuntungan penjualan akan digunakan untuk membentuk Gerakan Peduli Pluralisme, pandangan Anda ?
Saya tidak akan mengomentari apa dan siapa. Cuma adik saya yang anggota PP Muhammadiyah, pernah memberikan sedikit kriteria atau ukuran yang sangat bagus. Dia bilang begini, “Kalau orang Muhammadiyah sudah tidak pernah bicara tauhid dan malah bicara hal-hal di luar tauhid, apalagi kesengsrem dengan pluralisme, maka perlu melakukan koreksi diri.” Apakah itu tukang sapu di kantor Muhammadiyah, apakah tukang pembawa surat di kantor Muhammadiyah, apakah profesor botak, sama saja. Kalau sudah tidak kerasan berbicara tauhid, mau dikemanakan Muhammadiyah? Muhammadiyah ini bisa bertahan sampai satu abad, tetap kuat, tidak pikun, dan masih segar, karena tauhidnya. Implementasi tauhidnya di bidang sosial, pendidikan, hukum, politik, itu yang menjadikan Muhammadiyah perkasa dan tidak terbawa arus.
Senin, 21 Juni 2010
SERUAN PEDULI PALESTINA
Rasulullah saw bersabda: "Sesama muslim itu bersaudara. Oleh karena itu, jangan menganiaya dan jangan mendiamkan. Siapa saja yang memperhatikan kepentingan saudaranya, Allah akan memperhatikannya. Siapa saja yang melapangkan satu kesulitan sesama muslim, niscaya Allah akan melapangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitannya pada hari kiamat. Siapa saja yang menutupi kejelakan seorang muslim Allah akan menutupi kejelekannya pada hari kiamat." (HR.Bukhari dan Muslim)
Saudaraku yang dirahmati Allah SWT...
2 Muharam 1430 H adalah tahun baru penuh darah bagi warga gaza. Ribuan nyawa di ujung maut, tangis pilu wanita, dan rintihan kesakitan anak-anak membahana menyeruak kelangit. pagi itu gaza seperti telah kiamat, darah mengalir dimana-mana. dentuman dan ngiang jet-jet tempur zionis Israel yang membombardir habis negeri syuhada tanpa kenal belas kasih. Rumah sakit, kantor militer, gudang obat-obatan ludes tinggal puing. rumah sakit tak lagi mampu menampung korban.
Dunia Islam kembali bergolak aksi di seluruh belahan dunia menggema, menyeru kepada zionis yahudi agar enyah dari negeri suci palestine. Namun sebuah ironi ketika tangis dan darah deras mengalir di gaza, sementara para pemimpin Arab hanya diam, perserikatan bangsa-bangsa bungkam, sang Adikuasa tak ada taringnya dan bertepuk sebelah tangan, sementara Israel dengan tak berperikemanusiaan terus menggempur dan mengerahkan segala persenjataannya sampai hari ini.
Ketua Persatuan Ulama Dunia, Syaikh Yusuf Qardhawi juga telah mengeluarkan fatwa syar'i yaitu tentang wajibnya membantu saudara-saudara kita di Palestine. Yusuf Qardhawi menganggap bantuan itu sebagai kewajiban (fardhu) atas kaum muslimin.
Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, dengan ini kami ingin mengajak Bapak & Ibu untuk berbagi cinta dengan saudara-saudara kita di Palestine sana. BagiMinggu, 20 Juni 2010
Jejak-jejak Komando Jihad
Berbicara tentang Komando Jihad, tidak bisa lepas dari gerakan NII (DI/TII) pimpinan SM Kartosoewirjo (SMK). Karena, seluruh tokoh penting yang terlibat di dalam gerakan Komando Jihad ini, adalah petinggi NII (DI/TII) pimpinan SMK yang dieksekusi pada September 1962 di sebuah pulau di Teluk Jakarta.
Boleh dibilang, gerakan Komando Jihad merupakan salah satu bentuk petualangan politik para pengikut SMK pasca dieksekusinya sang imam. Sebelumnya, pada Agustus 1962, seluruh warga NII (DI/TII) yang jumlahnya mencapai ribuan orang, mendapat amnesti dari pemerintah. Termasuk, 32 petinggi NII (DI/TII) dari sayap militer, belum termasuk Haji Isma’il Pranoto (Hispran) dan anak buahnya, yang baru turun gunung (menyerah kalah kepada pasukan Ali Moertopo) pada 1974.
Dari 32 petinggi NII (DI/TII) yang telah menyerah[1] kepada pihak Soekarno tanggal 1 Agustus 1962 itu, sebagian besar menyatakan ikrar bersama, yang isinya:
“Demi Allah, akan setia kepada Pemerintah RI dan tunduk kepada UUD RI 1945. Setia kepada Manifesto Politik RI, Usdek, Djarek yang telah menjadi garis besar haluan politik Negara RI. Sanggup menyerahkan tenaga dan pikiran kami guna membantu Pemerintah RI cq alat-alat Negara RI. Selalu berusaha menjadi warga Negara RI yang taat baik dan berguna dengan dijiwai Pantja Sila.” [2]
Sebagian kecil di antara mereka tidak mau bersumpah setia, yaitu Djadja Sudjadi, Kadar Shalihat, Abdullah Munir, Kamaluzzaman, dan Sabur. Dengan adanya ikrar tersebut, maka kesetiaan mereka kepada sang Imam telah bergeser, sekaligus mengindikasikan bahwa sebagai sebuah gerakan berbasis ideologi Islam, NII (DI/TII) sudah gagal total. Dan sisa-sisa gerakan NII pada saat itu (1962) dapat dikata sudah hancur lebur basis keberadaannya. Setelah tiga tahun vakum, ada di antara mereka yang berusaha bangkit melanjutkan perjuangan, namun dengan meninggalkan karakter militeristik dan mengabaikan struktur organisasi kenegaraan NII. Mereka inilah yang meski sudah menerima amnesti namun tidak mau bersumpah-setia sebagaimana dilakukan oleh sebagian besar mantan petinggi NII lainnya.
Gerakan tersebut menamakan diri sebagai gerakan NII Fillah (bersifat Non Struktural). Kepemimpinan gerakan dijalankan secara kolektif oleh Kadar Shalihat dan Djadja Sudjadi. Munculnya kelompok Fillah atau NII non struktural ini, ditanggapi serius oleh pihak militer NKRI. Yaitu, dengan menciptakan “keseimbangan”, dengan cara melakukan penggalangan kepada para mantan “mujahid” NII yang pernah diberi amnesti dan telah bersumpah setia pada Agustus 1962 lalu. Melalui jalur dan kebijakan Intelejen, pihak militer memberikan santunan ekonomi sebagai bentuk welfare approach (pendekatan kesejahteraan) kepada seluruh mantan “mujahid” petinggi NII yang menyerah dan memilih menjadi desertir sayap militer NII.
Nama-nama Tokoh Penting di Belakang Gerakan Komando Jihad
Nama Danu Mohammad Hasan[3] yang pertama kali dipilih Ali Murtopo untuk didekati dan akhirnya berhasil dibina menjadi ‘orang’ BAKIN, pada sekitar tahun 1966-1967. Pendekatan intelejen itu sendiri secara resmi dimulai pada awal 1965, dengan menugaskan seorang perwira OPSUS bernama Aloysius Sugiyanto.[4] Tokoh selanjutnya yang menyusul dibidik Ali Murtopo adalah Ateng Djaelani Setiawan.
Tokoh lain yang diincar Ali Murtopo dalam waktu bersamaan yang didekati Aloysius Sugiyanto adalah Daud Beureueh mantan Gubernur Militer Daerah Istimewa ACEH tahun 1947 yang memproklamirkan diri sebagai Presiden NBA (Negara Bagian Aceh) pada 20 September 1953, dan menyerah, kembali ke NKRI Desember tahun 1962.
Selanjutnya pendekatan terhadap para mantan petinggi sayap militer DI-TII yang lain yang berpusat di Jawa Barat dilakukan oleh Ibrahim Aji, Pangdam Siliwangi saat itu.[5] Mereka yang dianggap sebagai “petinggi NII” oleh Ibrahim Aji itu di antaranya: Adah Djaelani dan Aceng Kurnia. Kedua mantan petinggi sayap militer DI ini pada saat itu setidaknya membawahi 24-26 nama (bukan ulama NII). Sedangkan mereka yang dianggap sebagai mantan petinggi sayap sipil DI yang selanjutnya menyatakan diri sebagai NII Fillah –antara lain adalah Kadar Shalihat, Djadja Sudjadi dan Abdullah Munir dan Kamaluzzaman– membawahi puluhan ulama NII.
Pengaruh dan Akibat Kebijakan Intelejen Ali Murtopo – ORDE BARU.
Baik menurut kubu para mantan petinggi sayap militer maupun sayap sipil NII, politik pendekatan pemerintah orde baru melalui Ibrahim Aji yang menjabat Pangdam Siliwangi tersebut, sangat diterima dengan baik, kecuali oleh beberapa pribadi yang konon menolak uluran pemerintah tersebut, yaitu Djadja Sudjadi[6] dan Abdullah Munir. Para mantan tokoh sayap militer dan sayap sipil DI selanjutnya menjadi makmur secara ekonomi. Hampir masing-masing individu mantan tokoh DI tersebut diberi modal cukup oleh Pitut Suharto berupa perusahaan CV (menjadi kontraktor) dilibatkan dalam proyek Inpres, SPBU atau agen Minyak Tanah.
Kebijakan OPSUS dan Intelejen selanjutnya menggelar konspirasi dengan meminta para mantan laskar NII tersebut mengkonsolidasikan kekuatan melalui reorganisasi NII ke seluruh Jawa dan Sumatra. Pada saat itu Ali Murtopo masih menjabat Aspri Presiden selanjutnya menjadi Deputi Operasi Ka BAKIN dan merangkap Komandan OPSUS ketika mendekati detik-detik digelarnya ‘opera’ konspirasi dan rekayasa operasi intelejen dengan sandi Komando Jihad di Jawa Timur. Dalam waktu yang bersamaan Soeharto menyiapkan Renstra (Rencana Strategis) Hankam (1974-1978) sebagaimana dilakukan ABRI secara sangat terorganisir dan sistematis melalui penyiapan 420 kompi satuan operasional, 245 Kodim sebagai aparat teritorial dan 1300 Koramil sebagai ujung tombak intelejen dalam gelar operasi keamanan dalam negeri yang diberi sandi Opstib dan Opsus.
Yang tidak boleh dilupakan, pada saat yang bersamaan di tahun 1971-1973 tersebut Ali Murtopo juga melindungi sekaligus menggarap Nurhasan al-Ubaidah Imam kelompok Islam Jama’ah yang secara kelembagaan telah dinyatakan sesat dan terlarang oleh Kejaksaan Agung tahun 1971, namun pada waktu yang sama justru dipelihara serta diberi kesempatan seluas-luasnya melanjutkan kiprahnya menyesatkan ummat Islam melalui lembaga baru LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam) di bawah naungan bendera Golkar dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang berlanjut hingga sekarang.
Dari sinilah pendekatan itu berkembang menjadi makin serius dan signifikan, ketika Ali Murtopo mengajukan ide tentang pembentukan dan pembangunan kembali kekuatan NII, guna menghadapi bahaya laten komunis dari utara maupun dalam rangka mengambil alih kekuasaan. Ide Ali Murtopo ini selanjutnya diolah Danu Mohammad Hasan dan dipandu Pitut Suharto, disambut Dodo Muhammad Darda, Tahmid Rahmat Basuki (anak SMK) dan H.Isma’il Pranoto (Hispran).
Keberadaan dan latar belakang Pitut Suharto yang memiliki kedekatan hubungan pribadi dengan Andi Sele di Makassar, juga dengan H. Rasyidi [7] di Gresik Jawa Timur, pada tahun 1968 akhirnya ditugaskan Ali Murtopo untuk mengolah hubungan dan keberadaan para mantan petinggi NII yang sudah dirintisnya sejak 1965 tersebut dengan kepentingan membelah mereka menjadi 2 faksi. Faksi pertama diformat menjadi moderat untuk memperkuat Golkar, dan faksi kedua diformat bagi kebangkitan kembali organisasi Neo NII.
Keterlibatan Pitut Suharto yang akhirnya dinaikkan pangkatnya menjadi menjabat sebagai Dir Opsus di bawah Deputi III BAKIN terus berlanjut, Pitut tidak saja bertugas untuk memantau aktifitas para mantan tokoh DI tersebut, tetapi Pitut sudah terlibat aktif menyusun berbagai rencana dan program bagi kebangkitan NII, baik secara organisasi maupun secara politik termasuk aksi gerakannya.
Ketika terjadi program-program pemberangkatan atau pengiriman pemuda (aktifis kader) Indonesia ke Timur Tengah –seperti Libya dan Saudi Arabia yang ujung-ujungnya terkait dengan konflik Moro (MNLF) dan kelompok perlawanan Aceh– Pitut Suharto-lah yang ditunjuk Ali Murtopo untuk mengantisipasi (memantau, mengurus dan menyelesaikan) masalah tersebut, sekalipun keberangkatan para kader aktifis Indonesia ke Libya tersebut terbukti hanya sebatas melakukan pelatihan militer semata.
Tetapi antisipasi yang dilakukan pihak pemerintah Indonesia pada saat itu terlampau maju dan cepat, sekitar tahun 1975 keberadaan kedutaan Libya di Jakarta dipaksa tutup. Tetapi skenario Opsus terhadap kebangkitan organisasi NII terus digelindingkan. Bahkan Pitut (pihak intelejen/orde baru) justru menggunakan isu politik Libya di mata Barat dan bangkitnya NII tersebut dijadikan sebagai isu sentral terkait dengan bahaya laten kekuatan ekstrem kanan di Indonesia.
Kebijakan Abbuse of Power Intelejen Ali Murtopo
Bersamaan dengan kebijakan itu (memanfaatkan situasi politik terhadap Libya tersebut) strategi Opsus yang dilancarkan melalui Pitut Suharto berhasil meyakinkan para Neo NII tersebut untuk sesegera mungkin menyusun gerakan jihad yang terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra untuk melawan dan merebut kekuasaan Soeharto. Semakin cepat hal tersebut dilaksanakan semakin berprospek mendapat bantuan persenjataan dari Libya, yang sudah diatur Ali Murtopo.
Berkat panduan Letnan Kolonel TNI AD Pitut Suharto[8] kegiatan musyawarah dalam rangka reorganisasi NII yang meliputi Jawa-Sumatra tersebut berlangsung beberapa hari, hal itu justru dilaksanakan di markas BAKIN jalan Senopati, Jakarta Selatan. Di sinilah situasi dan kondisi (hasil rekayasa BAKIN-Ali Murtopo dan Pitut Suharto melalui kubu Neo NII Sabilillah di bawah Daud Beureueh, Danu Mohammad Hasan, Adah Djaelani, Hispran dkk) berhasil didesakkan kepada kubu Fillah yang dipimpin secara kolektif oleh Djaja Sudajadi, Kadar Shalihat dan Abdullah Munir dkk untuk memilih kepemimpinan. Hasil musyawarah kedua kubu (Fillah dan Sabilillah ini) yang dilakukan pada tahun 1976 ini menetapkan, kepemimpinan NII diserahkan kepada Tengku Daud Beureueh sekaligus membentuk struktur organisasi pemerintahan Neo NII yang terdiri dari Kementrian dan Komando kewilayahan (dari Komandemen Wilayah hingga Komandemen Distrik dan Kecamatan) namun tanpa dilengkapi dengan Majelis Syura maupun Dewan Syura.
Provokasi dan jebakan OPSUS terhadap para mantan tokoh DI berhasil, Struktur organisasi NII kepemimpinan Daud Beureueh berdiri dan berlangsung di bawah kendali Ali Murtopo yang saat itu menjabat sebagai Deputi Operasi Ka BAKIN melalui Kolonel Pitut Suharto.
Gerakan dakwah agitasi dan provokasi neo NII Sabilillah sponsor Pitut dan Ali Murtopo mulai berkembang ke seantero pulau Jawa. Muatan dakwah, agitasi dan provokasi para tokoh Neo NII bentukan Ali Murtopo-Pitut Suharto hanya berkisar seputar pentingnya struktur organisasi NII secara riil. Karenanya kegiatan seluruh anggota kabinet Neo NII adalah melakukan rekrutmen melalui pembai’atan secepatnya untuk mengisi posisi pada struktur wilayah (Gubernur sekaligus sebagai Pangdam = Komandemen Wilayah) dan posisi pada struktur Distrik (Bupati sekaligus sebagai Kodim = Komandemen Distrik) seraya menebar janji akan segera memperoleh supply persenjataan dari Libya sebanyak satu kapal[9] yang akan mendarat di pantai selatan Pulau Jawa.
Sasaran rekrutmen (pembai’atan) dilakukan hanya sebatas mengisi posisi pada komandemen distrik struktur Neo NII, maka sasaran rekrutmen dipilih secara tidak selektif di antaranya adalah para tokoh pemuda Islam dan ulama atau kiai yang nota bene sangat awam politik maupun organisasi.
Tugas rekrutmen untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur dilakukan oleh H. Isma’il Pranoto dan H. Husein Ahmad Salikun. Di Jawa Timur aktifitas rekrutmen bagi kebangkitan Neo NII yang dilakukan oleh H. Isma’il Pranoto tersebut sama sekali tidak terlihat ada tindak lanjut apapun, baik yang berbentuk pelatihan manajemen dakwah dan organisasi maupun yang bersifat fisik baris berbaris, menggunakan senjata atau merakit bom. Tetapi hanya terhitung selang sebulan atau dua bulan kemudian, aparat keamanan dari Laksus tingkat Kodam, Korem dan Kodim menggulung dan menyiksa mereka tanpa ampun.
Jumlah korban penangkapan oleh pihak Laksusda Jatim yang digelar pada tanggal 6-7 Januari 1977 terhadap para rekrutan baru H. Isma’il Pranoto mencapai sekitar 41 orang, 24 orang di antaranya diproses hingga sampai ke pengadilan. H. Ismail Pranoto divonis Seumur Hidup, sementara para rekrutan Hispran yang juga disebut sebagai para pejabat daerah struktur Neo NII tersebut, baru diajukan ke persidangan pada tahun 1982, setelah “disimpan” dalam tahanan militer selama 5 tahun, dengan vonis hukuman yang bervariasi. Ada yang divonis 16 tahun, 15 tahun, 14 tahun hingga paling ringan 6 tahun penjara. H. Ismail Pranoto disidangkan perkaranya di Pengadilan Negeri Surabaya tahun 1978 dengan memberlakukan UU Subversif PNPS No 11 TH 1963 atas tekanan Pangdam VIII Brawijaya saat itu, Mayjen TNI-AD Witarmin[10]. Sejak itulah UU Subversif ini digunakan sebagai senjata utama untuk menangani semua kasus yang bernuansa maker dari kalangan Islam.
Nama Komando Jihad sendiri menurut H. Isma’il Pranoto merupakan tuduhan dan hasil pemberkasan pihak OPSUS, baik pusat maupun daerah (atas ide Ali Murtopo dan Pitut Suharto). Sementara penyebutan yang berlaku dalam tahanan militer Kodam VIII Brawijaya – ASTUNTERMIL di KOBLEN Surabaya, mereka dijuluki sebagai jaringan Kasus Teror Warman (KTW). Sementara keberadaan Pitut Suharto sendiri sejak tanggal 6 Januari 1977 – saat dimulainya penangkapan terhadap H. Isma’il Pranoto dan orang-orang yang direkrutnya sebagai kelompok Komando Jihad– Pitut justru menyelamatkan diri ke Jerman Barat, dan baru kembali ke Indonesia setelah 6 atau 7 tahun kemudian.
Di Jawa Tengah sendiri aksi penangkapan terhadap anggota Neo NII rekrutan H. Isma’il Pranoto dan H. Husen Ahmad Salikun oleh OPSUS, seperti Abdullah Sungkar maupun Abu Bakar Ba’asyir dan kawan-kawan berjumlah cukup banyak, sekitar 50 orang, akan tetapi yang diproses hingga sampai ke pengadilan hanya sekitar 29 orang. Penangkapan terhadap anggota Neo NII wilayah Jawa Tengah rekrutan H. Isma’il Pranoto dan H. Husen Ahmad Salikun berlangsung tahun 1978-1979.
Di Sumatera, aksi penangkapan secara besar-besaran berdasarkan isu Komando Jihad ini terjadi sepanjang tahun 1976 hingga tahun 1980, dan berhasil menjaring ribuan orang.
Sementara penangkapan terhadap para elite Neo NII –yang musyawarah pembentukan strukturnya dilakukan di markas BAKIN (jalan Senopati, Jakarta Selatan)– seperti Adah Djaelani Tirtapradja, Danu Mohammad Hasan, Aceng Kurnia, Tahmid Rahmat Basuki Kartosoewirjo, Dodo Muhammad Darda Toha Mahfudzh, Opa Musthapa, Ules Suja’i, Saiful Iman, Djarul Alam, Seno alias Basyar, Helmi Aminuddin Danu[11], Hidayat, Gustam Effendi (alias Ony), Abdul Rasyid dan yang lain dengan jumlah sekitar 200 orang, mereka ditangkap Laksus sejak akhir 1980 hingga pertengahan 1981. Namun dari sekitar 200 orang anggota Neo NII yang ditangkap OPSUS tersebut, hanya sekitar 30 elitenya saja yang dilanjutkan ke persidangan, selebihnya dibebaskan bersyarat oleh OPSUS termasuk beberapa nama yang menjadi tokoh komando KW-9 [12], kecuali satu nama tokoh, yaitu Menlu kabinet Neo NII yang bernama Helmi Aminuddin bin Danu.
Akan tetapi isu dan dalih keterkaitan dengan bahaya kebangkitan NII, Komando Jihad dan Teror warman berdasarkan hasil pengembangan penyidikan pihak keamanan terhadap mereka yang pernah ditangkap maupun yang diproses ke pengadilan, oleh pihak OPSUS digunakan terus untuk melakukan penangkapan-penangkapan secara continue dan konsisten.
Sekitar medio 1980 OPSUS Jawa Timur melakukan penangkapan terhadap 5 tokoh pelanjut Komandemen Wilayah Jawa Timur, Idris Darmin Prawiranegara. Kemudian dilanjutkan dengan penangkapan berikutnya pada medio 1982, terhadap orang-orang baru yang direkrut Idris Darmin di wilayah jawa timur dengan jumlah sekitar 26 orang.
Kesimpulan
Secara substansi, makna kebangkitan Neo NII yang lahir berkat dibidani dan buah karya operasi intelejen OPSUS tersebut, dengan demikian hal tersebut sangat tidak layak untuk dinilai dan atau diatasnamakan sebagai wujud perjuangan politik berbasis ideologi Islam (apalagi sampai dikategorikan sebagai jihad suci fie sabilillah).
Hakekat substansi dan orientasi kiprah gerakan reorganisasi yang dilakukan para mantan tokoh sayap militer NII tersebut adalah lebih didorong oleh dan dalam rangka memperoleh serta memperturutkan syahwat duniawi (materi dan kedudukan politis) kemudian bertemu-bekerjasama (bersimbiosis mutualistis) dengan para tokoh intelejen jahiliyah yang terkenal kebusukannya dan terkenal pula kerakusannya terhadap dunia (syahwat duniawi). Dengan demikian timbangan yang adil dan benar terhadap kasus Komando Jihad, Kebangkitan Neo NII maupun Fundamentalisme Jihad para mantan tokoh sayap militer DI tersebut merupakan wujud perjuangan atau pengorbanan yang bathil.
Hakekat orientasi dan substansi motivasi para pihak atau pribadi yang dilakukan karena semangat dan ketulusan untuk memperjuangkan Islam, yang tidak didorong dalam rangka memperoleh dan memperturutkan syahwat duniawi sebagaimana halnya sikap dan tindakan para mantan tokoh sayap sipil DI tersebut, hal itu menjadikan posisi mereka sebagai korban sekaligus menjadi bukti kebodohan mereka sendiri dalam bergama dan berpolitik akibat kebohongan, kebodohan dan kebathilan para mantan tokoh sayap militer DI sendiri dalam berpolitik dan beragama.
Seluruh bentuk kerugian atau efek samping apa saja yang muncul dan terkait akibat kebodohan dan pembodohan yang dilakukan atau menimpa masyarakat Neo NII dan Komando Jihad, terjadi akibat mengikuti efek domino dari provokasi dan agitasi para mantan tokoh sayap militer DI, yang secara sadar dan sepakat untuk dijebak dan diprovokasi oleh kebijakan intelejen OPSUS (orde baru). Oleh karenanya segala kerugian tersebut merupakan tanggungjawab mereka bersama (para korban Neo NII dan para subyek Neo NII maupun para aparat OPSUS) sekalipun bentuk dan wujud tanggungjawab masing-masing mereka berbeda-beda. Mengingat motivasi dan orientasi tanggungjawab ketiga pihak tersebut juga berbeda-beda, dalam pengertian:
Eksistensi pihak ke III, adalah orang-orang yang bersedia direkrut dan memposisikan dirinya sebagai para pihak yang secara sadar telah terdorong dan termotivasi untuk berjihad secara ikhlas dan ihsan di jalan Islam namun terperosok dan terlanjur masuk ke dalam struktur gerakan Neo NII. Mereka harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri untuk menyadari, menghentikan kesalahannya sendiri, selanjutnya bertanggung jawab untuk menentang kegiatan bodoh dan kekeliruan fundamental yang dilakukan pihak ke II - Neo NII. Selanjutnya posisi keberadaan mereka telah patut untuk disebut sebagai korban tak sadar dari abuse of Power, system dan kebijakan politik maupun intelejen Orde Baru. Namun secara Aqidah, ideology, syari’ah dan etika Islam mereka tidak diperkenankan melakukan penuntutan dalam bentuk apapun, baik terhadap pihak ke II maupun pihak ke I.
Pihak ke II adalah para pihak yang secara sengaja dan sadar menjalin hubungan dengan pihak ke I, yang dikenal dan dipahami sebagai pejabat intelejen militer sekaligus sebagai pejabat pemerintah dan Negara yang jahat, culas, bengis dan kejam. Selain itu secara hukum, perundangan dan ideologi antara pihak ke II dan pihak ke I adalah berhadap-hadapan, bahkan cenderung membenci, memusuhi dan menentang secara lahir bathin terhadap keberadaan perjuangan politik dan agama Islam. Dengan demikian bentuk dan wujud tanggungjawab yang harus dipikul dan dilakukan oleh pihak ke II menurut hukum, undang-undang dan etika Islam adalah melakukan tobat dan memohon maaf kepada Allah, juga kepada pihak ke III dan ummat Islam. Selanjutnya mereka wajib menghentikan dan meninggalkan peran buruknya sebagai mitra persekongkolan dalam tindak kejahatan politik dan kebijakan intelejen Orde Baru, sekalipun untuk itu mereka tidak mendapatkan bayaran sebagaimana halnya dahulu saat pertama kali menerima kesepakatan kerja dengan iblis dan atau setan intelejen tersebut.
Pihak ke I terdiri dari para pihak yang berada dalam posisi sebagai aparat territorial, sejak dari tingkat Kodim, Korem hingga Kodam yang pada masa itu disebut sebagai aparat Laksusda (DenSatgas Intel atau Intel Balak = Intelejen Badan Pelaksana) yang bertugas melakukan penangkapan, penyiksaan hingga pemberkasan terhadap jaringan gerakan Islam (Neo NII, Komando Jihad, Teror Warman, Teror Imran* dan Usrah) yang menjadi target obyek operasi intelejen. Pihak berikutnya adalah para pemrakarsa, pembuat scenario dan sutradara dari operasi intelejen yang dirancang oleh sayap intelejen yang berkuasa penuh di bawah struktur Kopkamtib.
Pihak ke I bisa juga disebut sebagai kekuatan bayangan dari struktur kekuasaan yang ada saat itu namun diformat memiliki kewenangan penuh untuk merancang program, mekanisme dan pengelolaan (mengendalikan) terhadap perjalanan system politik, ekonomi dan pemerintahan yang berlaku. Pihak ke I sangat dimungkinkan untuk melakukan kerjasama dan menerima order, baik dari penguasa domestic maupun asing, mengingat hukum Politik, kepentingan kekuasaan dan intelejen selalu mengglobal, sesuai peta dan kubu ideology yang eksis di dunia atau berlaku universal. Oleh karena itu pihak ke I diberi kewenangan luar bisa, baik dalam menyusun grand scenario hingga tingkat pelaksanaan (juklak) yang dilakukan secara rahasia dan rapi, selanjutnya dikordinasikan penerapan aturan mainnya dengan lemhannas dan departemen-departemen maupun kementrian. Dengan demikian tugas, peran dan keberadaan pihak ke I menurut garis besar haluan negara merupakan hal yang legal dan wajar, sekalipun untuk kepentingan itu harus mengorbankan apa saja (abuse of power: terhadap demokrasi dan HAM) atau membuat sandiwara dan rekayasa apa saja. Itulah hukum yang berlaku dalam dunia politik, kepentingan kekuasaan dan intelejen.
Selanjutnya pihak ke I adalah para pihak yang menjadi inisiator membangkitkan neo NII, memberikan stigma kepada ummat Islam, menciptakan beban psikologis kepada ummat Islam Indonesia yang hingga kini diposisikan sebagai produsen gerakan radikal bahkan pelaku teror. Sebagai aparat negara seharusnya mereka menggali potensi rakyat dan memberdayakan potensi tersebut ke tempat semestinya, bukan justru dijadikan instrumen politik untuk menggapai kekuasaan dan atau mempertahankan kekuasaan.
Secara aqidah, syari’ah dan etik Islam, peran dan keberadaan Pihak ke I telah sesuai dengan standar dari sifat dan wujud system kekuasaan dictatorial, dzhalim dan kuffar. Karenanya segala bentuk kejahatan, tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan Pihak ke I terhadap pihak II dan pihak ke III hanya dipandang salah dan dapat dituntut atau dikenakan sanksi hukum berdasarkan hukum dan undang-undang internasional yang berwujud Declarations Of Human Right.
Atas kesalahan dan keterlibatan Militer dan intelejen secara serius dan mendetil dalam dunia politik praktis, maka Pihak ke I harus bertobat kepada Allah Tuhan semua manusia, seraya memohon maaf kepada ummat Islam yang telah diperdaya dan didzhaliminya, bahkan Pihak ke I harus memohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, karena telah memasyarakatkan budaya konflik horizontal yang keberlangsungannya terus terjadi hingga sekarang.
* Keterangan Tambahan Mengenai Teror Imran
Munculnya kasus Jama’ah Imran pada pertengahan tahun 1980 berlangsung melalui proses yang berdiri sendiri. Dalam artian, tidak ada keterkaitan dan tidak ada hubungan –baik secara ideologi, fiqh maupun sikap dan warna politik– dengan eksistensi gerakan Neo NII atau Komando Jihad dan Teror Warman.
Memang sempat terjadi “interaksi” antara anggota Jama’ah Imran dengan beberapa elite KW-9 (Komandemen Wilayah 9) dalam struktur Neo NII atau Komando Jihad hasil ciptaan Ali Murtopo dan Pitut Suharto tersebut.
Bentuk “interaksi” yang terjadi pada akhir 1980-an itu, bukanlah “interaksi” yang kooperatif tetapi justru saling kecam dan saling ancam. Hal ini terjadi, karena H.M. Subari (alm) yang merupakan elite (orang struktur) Neo NII KW-9 pernah mengatakan, “dalam satu wilayah tidak boleh ada 2 Jama’ah dan 2 Imam yang berlangsung secara bersamaan, kecuali salah satunya harus dibunuh.”
Hal ini perlu penulis sampaikan, untuk menepis salah kaprah –selaligus untuk mempertegas– bahwa tidak ada kaitan apapun antara Jama’ah Imran dengan Gerakan Neo NII pasca SMK.
FOOTNOTE
[1] Padahal, amanat/wasiat sang imam (SMK) adalah tidak boleh menyerah.
[2] Rahmat Gumilar Nataprawira, RUNISI (Rujukan Negara Islam Indonesia). Dipertegas juga oleh pernyataan lisan dari Abdullah Munir dan tertulis dari Abdul Fatah Wirananggapati (pemegang amanah KUKT dari SMK 1953).
[3] Mantan Panglima Divisi atau Komandan Resimen DI-TII, pada saat sidang pengadilan Militer – MAHADPER, Agustus 1962 mengaku salah dan memberi kesaksian yang isinya menyalahkan sikap dan kebijakan politik SM Kartosoewiryo. Hubungan ini kemudian memberi OPSUS bunga menguntungkan yang tidak disangka-sangka. “Saya berperan sebagai petugas pengawas Danu,” kenang Sugiyanto, “dan di bulan Maret 1966, kami menggunakannya dan anak buahnya untuk memburu anggota BPI yang sedang bersembunyi di Jakarta.” Selanjutnya sejak tahun 1971, Danu Muhammad Hasan dan Daud Beureueh sering terlihat di jalan Raden Saleh 24 Jakarta Pusat (salah satu kantor Ali Murtopo), terkadang di Jalan Senopati (Kantor BAKIN), ada kalanya di Tanah Abang III (Kantor CSIS).
[4] Menurut Sugiyanto hubungan ini kemudian memberi OPSUS bunga menguntungkan yang tidak disangka-sangka. “Saya berperan sebagai petugas pengawas Danu,” kenang Sugiyanto, “dan di bulan Maret 1966, kami menggunakannya dan anak buahnya untuk memburu anggota BPI yang sedang bersembunyi di Jakarta.” (lebih jelasnya lihat Kenneth Conboy, Intel: Inside Indonesia’s Inteligence Services).
[5] Seperti pengakuan Ules Suja’i: “Soal pak Adah yang santer diisukan menerima jatah minyak dari militer, memang dulu itu saya tahu pak Adah pernah menerima jatah minyak dan oli dari RPKAD (KOPASSUS sekarang, pen), karena setiap pasukan itu kan memiliki jatah dari Pertamina, nah oleh RPKAD jatah tersebut diberikan ke pak Adah. Itu mah lewat perjuangan. Saya sendiri dengan pak Adah memang pernah dipanggil oleh Ibrahim Aji mendapat surat supaya dibantu oleh Pertamina lalu masuk ke Pertamina pusat jawabannya kurang memuaskan, malah kalau saya sendiri sampai ke WAPERDAM sampai ketemu Khaerus Shaleh, ya Alhamdulillah berhasil.”
[6] Djadja Sudjadi akhirnya tewas dibunuh Ki Empon atas perintah Adah Djaelani. Ironisnya, hingga akhir hayatnya Ki Empon meninggal dalam keadaan miskin dan serba susah sedangkan Adah Djaelani hidup terpandang dan lumayan sejahtera sebagai petinggi yang lebih dihormati dari AS Panji Gumilang di lingkungan mabes NII di Ma’had Al-Zaytun, Indramayu.
[7] H. Rasyidi, adalah bapak kandung Abdul Salam alias Abu Toto alias Syaikh A.S. Panji Gumilang, yang kini menjadi syaikhul Ma’had Al-Zaytun yang dikenal sebagai “mabes” NII yang kental dengan nuansa misteri intelejen. Abu Toto alias Abdul Salam Panji Gumilang sendiri sejak mahasiswa menjadi kader intelejen kesayangan Pitut Suharto.
[8] Pitut Suharto pensiun dengan pangkat Kolonel, kini berdomisili di Surabaya.
[9] Janji serupa ini juga berulang pada diri Nur Hidayat, provokator kasus Lampung (Talangsari) yang terjadi Februari 1989. Nur Hidayat dkk ketika itu yakin sekali bahwa rencana makarnya pasti berhasil karena akan mendapat bantuan senjata satu kapal yang akan mendarat di Bakauheni, Lampung.
[10] Witarmin, menurut penuturan H Isma’il Pranoto di masa pergolakan DI-TII adalah sebagai komandan Batalyon 507 Sikatan yang sempat dilucuti oleh pasukan TII di bawah komando H. Ismail Pranoto.
[11] Helmi Aminuddin adalah putera Danu Mohammad Hasan, yang pada awal 1980-an membentuk komunitas Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin versi Indonesia), yang merupakan cikal-bakal PK (Partai Keadilan). Kini PK menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).
[12] Pada tahun 1984, para para elite NII Komandemen Wilayah IX (yang ditangkap OPSUS pada pertengahan tahun 1980 hingga pertengahan tahun 1981, bersama dengan para pimpinan Neo NII, Adah Djaelani-Aceng Kurnia) dibebaskan bersyarat dari Rumah tahanan militer Cimanggis, tanpa melalui proses hukum (Pengadilan), mereka itu adalah: Fahrur Razi, Royanuddin, Abdur Rasyid, Muhammad Subari, Ahmad Soemargono SE, Amir, Ali Syahbana, Abdul Karim Hasan, Abidin, Nurdin Yahya dan Muhammad Rais Ahmad, Anshory dan Helmi Aminuddin bin Danu M Hasan.
http://www.fatihsyuhud.com/hilmi-aminuddin/
PAN, Kembalilah ke Khitah
Oleh: Iding R. Hasan
Tidak ada yang meragukan bahwa Partai Amanat Nasional (PAN) adalah salah satu partai atau bahkan satu-satunya partai di Indonesia yang lahir dari rahim reformasi. Para tokoh pendiri partai ini dengan motor utamanya, Amien Rais, adalah pejuang-pejuang gerakan reformasi yang berupaya menentang politik Orde Baru. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau PAN selalu diidentikkan dengan partai reformis, meski kemudian partai-partai lain pun mengklaim hal yang sama.
Namun sayangnya, partai yang dielu-elukan bakal menjadi partai yang bersinar terang sesuai dengan lambangnya matahari, pada kenyataannya justeru perlahan-lahan meredup, entah terhalang apa. Dalam tiga kali pemilihan umum suara PAN memperlihatkan penurunan. Bukan tidak mungkin PAN akan terus berada dalam grafik penuruan tersebut kalau tidak segera melakukan berbagai pembenahan.
Banyak kalangan yang mencoba menganalisis mengapa partai yang menyuarakan reformasi itu justeru tidak mendapat sambutan yang luas dari masyarakat. Ada beberapa faktor yang kiranya dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, PAN cenderung elitis atau tidak mampu menyentuh lapisan akar rumput (grassroot). Kenyataannya memang konstituten partai ini lebih didominasi kalangan menengah dan kelas terdidik. Gagasan-gagasan yang dilontarkannya pun cenderung susah diterima masyarakat luas sekalipun gagasan itu baik, seperti isu tentang federalisme. Isu ini bahkan kemudian menjadi bumerang politik bagi PAN karena mampu dijadikan “amunisi” politik bagi para pesaingnya untuk menyerang balik PAN dengan telak.
Kedua, PAN tampaknya juga masih gamang untuk menampilkan dirinya sebagai partai yang benar-benar terbuka dan pluralis. Hal ini, misalnya, terlihat dari pengidentikan partai ini dengan Muhammadiyah. PAN seolah tidak bisa melepaskan dirinya dari ikatan tersebut. Sayangnya, kondisi seperti itu justeru menyulitkan partai ini. Ketika beberapa elemen Muhammadiyah merasa tidak terakomodasi di PAN, misalnya, muncullah kekecewaan bahkan berakhir dengan pendirian partai baru, seperti Partai Matahari Bangsa (PMB). Sedikit banyak kelahiran partai ini menggerogoti suara PAN. Sebaliknya, saat PAN terlalu banyak mengakomodasi anasir Muhammadiyah, kelompok yang non-Muhammadiyah kecewa.
Ketiga, strategi koalisi PAN dengan pemerintah dalam derajat tertentu menurunkan citra reformisnya. Alasan para petinggi partai bahwa PAN bisa tetap berjuang di dalam sistem seraya merawat sikap kekritisan pada pemerintah kenyataannya tidak terlihat. PAN bahkan kemudian, seperti halnya partai-partai koalisi lain larut ke dalam pragmatisme politik. Tentu bagi partai yang diidentikkan sebagai partai reformis kecenderungan semacam itu dipandang sebagai hal yang sangat mengecewakan bahkan menodai citra reformisnya.
Strategi ini juga sebenarnya “menyalahi” khitah PAN ketika partai ini didirikan pertama kali. Salah satu isi khitah tersebut adalah bahwa saat PAN tidak memperoleh kepercayaan rakyat untuk menjadi partai yang berkuasa (the ruling party), maka pilihannya adalah menjadi partai oposisi. Pilihan ini diambil agar PAN bisa tetap kritis kepada pemerintahan tanpa ada ganjalan apapun. Kalau PAN berada dalam jaringan kekuasaan seperti yang dipilihnya sekarang, bagaimana mungkin PAN bisa tetap kritis.
Memanggul nama reformis memang merupakan beban berat bagi PAN, tetapi sekaligus menjadi tantangan yang mesti ditaklukkannya. Oleh karena itu, PAN mau tidak mau, harus tetap berada dalam koridor reformasi yang telah digariskannya. Dengan kata lain, PAN harus kembali lagi kepada khitah reformasi yang pernah dicanangkan pada saat pendeklarasiannya, karena PAN sekarang sudah memperlihatkan gejala “penyimpangan”. Di antara khitah itu adalah bahwa PAN harus tetap menjadi partai yang benar-benar terbuka dan pluralis dalam makna yang sebenarnya; kalau kalah dalam pemilu berkomitmen untuk menjadi partai oposisi. Inilah sebenarnya ideologi politik PAN yang harus tetap dipertahankan sehingga akan menjadi faktor pembeda dari partai-partai lain.
Di negara-negara lain, sebuah partai politik akan berusaha menampilkan ideologi politiknya yang benar-benar berbeda dengan partai lain sehingga masyarakat tidak kebingungan saat memberikan pilihan. Di negara-negara Barat, misalnya, partai-partai yang cendrung pro pasar bebas akan diidentikkan dengan partai liberal sedangkan yang berorientasi sosial kuat cenderung diidentikkan dengan partai buruh.
Dalam konteks Indonesia hal seperti ini memang belum populer. Hampir semua partai memperlihatkan kecenderungan yang sama kalau tidak boleh dikatan ikut-ikutan. Ketika PAN menyebutkan dirinya sebagai partai reformis, maka partai-partai lain, bahkan partai yang telah “bergelimang dosa” Orba pun, menyebut dirinya partai reformis. Akibatnya, masyarakat menjadi kebingungan untuk memilih mana partai yang benar-benar reformis.
Dalam ceruk inilah sesungguhnya PAN harus tetap istiqamah untuk menampilkan dirinya sebagai partai reformis sejati. Godaan-godaan politik yang bersifat jangka pendek, seperti pragmatisme kekuasaan seyogianya harus mampu dienyahkan. Kalau tidak PAN akan dipandang sama saja dengan partai lain.
Kiranya masalah inilah yang lebih penting dipertimbangkan PAN ketimbang sekadar memilih ketua umum pada kongres ketiganya ini.
*Artikel ini dimuat di Pikiran Rakyat, Sabtu 09 Januari 2010
*Iding R. Hasan adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Jakarta, kandidat Doktor Ilmu Komunikasi Unpad Bandung, dan Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute.
Sabtu, 19 Juni 2010
Gunung Argopuro ( 3088 mdpl ) jalur Bremi
Gunung Argopuro terkenal sangat angker, gunung ini menyimpan misteri legenda Dewi Rengganis yang hilang bersama enam dayangnya. Konon, Sang Dewi bakal marah besar kalau merasa terusik ketenangannya. Pendaki yang suka usil dan mengusik, kalau tidak kesurupan bisa jadi akan kesasar tidak karuan.
Tidak hanya sang Dewi Rengganis saja yang terkenal di kalangan para pendaki, beberapa Dayang-dayangnya pun sangat dikenal diantara para pejiarah, diantaranya Dayang Dewi Selendang Biru yang sering dimintai pertolongan. Ada juga beberapa Dayang yang suka menggoda para pendaki pria dengan mengajak berkencan, sehingga pendaki tersebut akan senang dan tidak mau meninggalkan Gunung Argopuro. Cerita akan lain bila Dayang-dayang tersebut mengajak pendaki mandi di tengah danau Taman Hidup dalam cuaca dingin berkabut. Konon Dewi Rengganis juga suka memberi keris pusaka kepada para pendaki yang sengaja datang untuk berjiarah.
Konon juga terdapat sebuah taman yang sangat gaib yakni Taman Rengganis, tidak semua pendaki dapat melihat taman ini. Beberapa pendaki yang pernah melihat taman ini merasa memasuki sebuah taman yang sangat inidah penuh dengan tanaman bunga dan buah. Pendaki yang mengambil atau memetik tanaman tidak akan dapat keluar taman ini, ia hanya akan berputar-putar di tempat tersebut. Untuk itu hindari merusak tanaman ataupun memindahkan sesuatu.
Gunung Argopuro adalah salah satu gunung dari Kompleks pegunungan Iyang. Terdapat banyak puncak, beberapa puncaknya mempunyai struktur geologi tua dan sebagian yang lainnya lebih muda. Beberapa puncak gunung dalam kompleks ini diantaranya adalah Gn. Semeru (2.847m), Gn. Jambangan (2.773m), Gn. Cemoro Kandang, Gn. Krincing, Gn. Kukusan, Gn. Malang, Gn. Saing, Gn. Karang Sela, dan Gn. Argopuro. Puncak Argopuro berada pada ketinggian 3.088 m dari permukaan laut. Gunung yang sudah tidak aktif lagi kawahnya ini terletak di Kab. Probolinggo Jawa Timur.
Untuk menuju Bremi dapat ditempuh dari kota Surabaya naik bus jurusan Probolinggo. Dari kota probolinggo naik bus Akas kecil jurusan ke Bremi. Bus ini berangkat dari pool Akas yang berada di terminal lama, samping hotel Bromo Indah. Bus ini berangkat dua kali, pagi jam 06.00 dan siang jam 12.00, sedangkan kembali dari Bremi menuju kota Probolinggo jam 08.00 dan jam 15.00. Sebelum melakukan pendakian wajib melaporkan diri di kantor polisi sektor Krucil untuk dicatat identitasnya. Di desa Bremi ini sebagian besar penduduknya adalah masyarakat Madura yang kadang tidak mengerti bahasa indonesia sehingga agak sulit berkomunikasi.
Perjalanan dimulai dari Kantor Polisi turun menuju pertigaan menuju arah perkebunan Ayer Dingin. Dengan melewati kebun penduduk yang kebanyakan ditanami jagung dan padi, selanjutnya akan memasuki kawasan perkebunan yang ditanami kopi dan sengon. Jalur semakin menanjak dan mulai memasuki kawasan hutan damar. Setelah berjalan sekitar 2 jam kita akan memasuki batas Hutan Suaka.
Dari batas suaka alam, hutan semakin lebat dan jalur semakin terjal. Pendaki perlu waspada di kawasan ini banyak dihuni babi hutan. Perhatikan semak-semak yang bergerak dan suara khas babi yang sering muncul disekitar jalur pendakian. Bila kita sudah sampai di puncak bukit maka kita akan menemukan persimpangan jalur. Ambil lurus bila ingin terus menuju puncak, namun bila ingin ke Danau Taman Hidup harus berbelok ke kanan.
Danau Taman Hidup adalah lokasi berkemah yang cukup luas. Di sekitar tempat ini kadang muncul babi hutan, kancil dan kijang, terdapat sebuah danau yang luas dan banyak ikannya sehingga dapat dipancing. Pendaki juga dapat mengambil air bersih dari danau ini. Tepian danau ini sangat berbahaya berupa rawa berlumpur, sehingga untuk mengambil air pendaki harus melewati jembatan dermaga kayu. Dari dermaga ini pendaki seringkali mandi berenang ke dalam danau. Namun perlu diperhatikan bila air sangat dingin berbahaya sekali untuk berenang.
Ketika udara cerah bila pendaki berteriak maka sekonyong-konyong kabut akan muncul di atas danau, namun setelah diam kabut akan hilang lagi. Pendaki juga dapat mengelilingi danau untuk memancing ikan. Pada pagi hari kabut tebal menyelimuti danau sehingga berbahaya bila ingin mengambil air, karena dapat terjebak di rawa tepian danau. Untuk itu persiapkan air jauh sebelumnya ketika cuaca cerah.
Meninggalkan Danau Taman Hidup pendaki harus berjalan ke arah semula menuju persimpangan dan belok ke kanan ke arah puncak. Jalur agak landai namun suasana hutan semakin lebat. Setelah berjalan sekitar 30 menit kita akan berjumpa dengan sungai kecil yang kering. Jalur selanjutnya semakin menanjak, di pagi hari di sepanjang jalur dapat kita temukan jejak babi hutan, bahkan jejak kaki macan yang masih baru.
Selanjutnya kita akan memasuki kawasan hutan yang semakin gelap dan lembab, begitu dekatnya jarak antara pohon sehingga sulit bagi sinar matahari untuk menembusnya. Kawasan ini di sebut Hutan Lumut karena semua pohon di areal ini ditutupi oleh lumut. Kesan angker dan menyeramkan sangat terasa ketika melewati daerah ini. Jejak kancil, menjangan, babi hutan dan macan dapat ditemukan di sepanjang jalur ini.
Sekitar 1 jam melintasi hutan lumut kita memasuki hutan yang jarak pohonnya tidak terlalu rapat, sehingga kelihatan agak terang. Tumbuhan herbal dan rumputpun tumbuh subur. Jalur ini menyusuri lereng bukit dengan sisi kiri berupa jurang. Rumput yang tumbuh kadang begitu tingginya, sehingga menutupi jalur. Sesekali terdengar kicauan aneka jenis burung 30 menit selanjutnya kita akan tiba di lereng yang banyak batu-batu besar. Disini banyak terdapat pohon tumbang sisa kebakaran hutan. Kita harus melintasi 3 buah sungai kering dengan cara turun jurang dan naik lagi ke atas bukit. Bukit-bukit di depan kita banyak di tumbuhi rumput dengan pohon yang agak jarang. Sesekali terlihat kancil atau menjangan berlari-larian, sementara belasan lutung-lutung bergantungan di atas pohon.
Sekitar 1 jam berikutnya kita sudah berada di lereng bukit yang banyak ditumbuhi rumput-rumput tinggi. Rumput-rumput ini seringkali menutupi jalur sehingga sangat menggangu. Di antara rerumputan Edelweis mulai tumbuh, pohon-pohon besar sisa kebakaran masih bertahan hidup dengan menumbuhkan daun-daun hijau yang baru.
Dengan menempuh waktu sekitar 30 menit melintasi rerumputan yang mengelilingi bukit kita akan tiba di sebuah sungai kecil yang airnya mengalir lancar. Pendaki dapat mendirikan tenda di daerah Kali putih ini.
Berikutnya kita akan melintasi hutan cemara yang banyak ditumbuhi rumput-rumput yang tinggi, 1 jam selanjutnya akan tiba di padang rumput gimbal, rumput di sini berbentuk keriting dan tumbuh secara bergerombol. Perjalanan memutar mengelilingi puncak gunung dengan menyusuri padang rumput gimbal. Selanjutnya akan sampai di Sicentor.
Sicentor adalah tempat pertemuan jalur baderan dan bremi yang bersatu menuju puncak. Di tempat ini kita dapat mendirikan tenda untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak. Di Sicentor terdapat sebuah bangunan dari kayu yang dapat digunakan untuk berlindung dari hujan dan angin.
Dari Sicentor perjalanan mendaki bukit melintasi padang rumput dan padang edelweiss, sekitar 1 jam perjalanan akan berjumpa dengan sungai yang kering. Setelah menyeberangi dua buah sungai kering kembali melintasi padang rumput dan padang edelweis yang sangat indah. 1 jam berikutnya akan tiba di Rawa Embik.
Untuk menuju puncak belok ke kiri, namun bila ingin beristirahat dapat mendirikan tenda di Rawa Embik. Di tempat ini terdapat sungai kecil yang selalu berair di musim kemarau. Rawa Embik berupa lapangan terbuka sehingga bila angin bertiup kencang tenda dapat bergoyang-goyang dengan keras.
Dari Rawa Embik kembali berbelok kearah kiri melintasi padang rumput, untuk menuju ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Dari padang rumput berbelok ke kanan mendaki lereng terjal yang berdebu dan banyak pohon tumbang sisa kebakaran. Bila angin bertiup kencang pohon-pohon sisa kebakaran ini rawan tumbang sehingga harus berhati-hati. Tanah gembur berdebu juga rawan longsor harus berhati-hati melintasinya.
Selanjutnya sedikit turun kita akan melintasi sebuah sungai yang kering dan berbatu. Kembali mendaki bukit yang terjal, kita akan berjumpa dengan padang rumput dan padang edelweis yang sangat indah. Di depan kita nampak puncak Rengganis yang berwarna keputihan, terdiri dari batu kapur dan belerang.
Puncak gunung Argopuro adalah bekas Kawah yang sudah mati, bau belerang masih sangat terasa. Puncak ini berbentuk punden berundak semacam tempat pemujaan, punden paling bawah selebar lapangan bola di sini banyak terdapat batu-batu berserakan. Ke atas lagi selebar sekitar 10 x 10 meter, ke atas lebih kecil lagi. Selanjutnya kita akan melintasi bekas kawah yang banyak terdapat batu-batu kapur berwarna putih dan bau belerang. Pada puncak tertinggi terdapat susunan batu yang diyakini sebagai petilasan Dewi Rengganis.